تَحِيَّةُ الْعَلَمِ
يَقُوْلُ بَعْضُ النَّاسِ : إِنَّ تَحِيَّةَ الْعَلَمِ
شِرْكٌ بِاللهِ ، فَلَا يُعَظَّمُ إِلا اللهُ وَحْدَهُ ، فَهَلْ هُنَا صَحِيْحٌ ؟
Sebagian orang berkata bahwa hormat bendera adalah syirik, sebab tidak ada
yang diagungkan kecuali Allah. Apakah hal itu benar?
الجواب
الْعَلَمُ رَمْزٌ لِلْوَطَنِ فىِ الْعَصْرِ الْحَدِيْثِ
، وَكَانَ عِنْدَ الْعَرَبِ رَمْزًا لِلْقَبِيْلَةِ وَالْجَمَاعَةِ، يَسِيْرُ خَلْفَهُ
وَيُحَافِظُ عَلَيْهِ كُلُّ مَنْ يَنْتَسِبُ إِلَى الْقَبِيْلَةِ أَوِ الْجَمَاعَةِ
، وَكُلَّمَا كَانَ الْعَلَمُ مَرْفُوْعًا دَلَّ عَلَى عِزَّةِ أَهْلِهِ ، وَإِذَا
انْتَكَسَ دَلَّ عَلَى ذُلِّهِمْ ، وَيُعْرَفُ عِنْدَ الْعَرَبِ بِاسْمِ الرَّايَةِ
أَوِ اللِّوَاءِ .
Jawab Syaikh Athiyah: Bendera adalah simbol negara di masa sekarang. Bangsa
Arab juga memiliki simbol suku dan kelompok. Setiap suku dan kelompok akan
berjalan di belakang bendera dan menjaganya. Setiap bendera ditinggikan, maka
menunjukkan ketinggian bangsanya. Jika bendera jatuh, maka akan menunjukkan
kehinaannya. Bagi bangsa Arab, bendera dikenal dengan nama Rayah atau Liwa’.
وَفِى شَرْحِ الزَّرْقَانِى عَلَى الْمَوَاهِبِ
اللَّدُنِّيَةِ كَلَامٌ كَثِيْرٌ عَنِ الْعَلَاقَةِ بَيْنَ الرَّايَةِ وَاللِّوَاءِ
"ج 1 ص 390" وَذُكِرَ فِى غَزْوَةِ تَبُوْكَ أَنَّ حَامِلَ اللِّوَاءَ كَانَ
زَيْدَ بْنَ حَارِثَةَ، وَلَمَّا قُتِلَ تَنَاوَلَهُ جَعْفَرُ بْنُ أَبِى طَالِبٍ وَقَاتَلَ
حَتَّى قُتِلَ ، ثُمَّ تَنَاوَلَهُ عَبْدُ اللهِ بْنُ رَوَاحَةَ فَقَاتَلَ حَتَّى قُتِلَ
، فَأَخَذَ اللِّوَاءَ ثَابِتُ بْنُ أَقْرَمَ الْعَجْلاَنِى وَتَقَدَّمَ بِهِ إِلَى
خَالِدِ بْنِ الْوَلِيْدِ وَسَلَّمَهُ إِيَّاهُ لِجُدَارَتِهِ كَمَا ذُكِرَ أَنَّ جَعْفَرًا
لَمَّا قُطِعَتْ يَدُهُ الْيُمْنَى حَامِلَةُ اللِّوَاءُ أَخَذَهُ بِيَدِهِ الْيُسْرَى،
فَلَمَّا قُطِعَتْ يَدَاهُ احْتَضَنَهُ بِعَضُدَيْهِ ثُمّ قُتِلَ ، ثُمَّ دَعَا رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهُ أَنْ يُعَوِّضَهُ اللهُ بَدَلَ الْيَدَيْنِ
جَنَاحَيْنِ فِى الْجَنَّةِ "ج ا ص 267 وما بعدها" .
Dijelaskan dalam
kitab Syarah al-Zarqani atas kitab al-Mawahib al-Ladunniyah banyak pendapat
antara hubungan Rayah dan Liwa’ di Juz 1/390. Disebutkan dalam perang Tabuk,
bahwa pembawa bendera adalah Zaid bin Haritsah, ketika ia terbunuh maka bendera
dipegang oleh Ja’far bin Abi Thalib, ia pun berperang hingga terbunuh. Bendera
lalu dibawa oleh Abdullah bin Rawahah, ia pun berperang hingga ia terbunuh.
Lalu bendera diraih oleh Tsabit bin Aqram al-Ajlani dan diserahkan kepada
Khalid bin Walid, karena kehebatannya. Sebagaimana disebutkan ketika tangan
kanan Ja’far yang memegang bendera terpotong, lalu ia pegang dengan tangan
kiri, dan ketika tangan kirinya terpotong, maka Ja’far merangkul bendera dengan
kedua pundaknya, lalu ia terbunuh. Kemudian Rasulullah berdoa agar Allah
mengganti kedua tangan Ja’far dengan sayap di surga (Ibnu Katsir dalam
al-Bidayah wa al-Nihayah, Tarikh al-Islam al-Dzahabi dan Sirah Ibni Hisyam)
فَتَحِيَّةُ الْعَلَمِ بِالنَّشِيْدِ أَوِ الْإِشَارَةِ
بِالْيَدِ فِى وَضْعِ مُعَيَّنٍ إِشْعَارٌ بِالْوَلَاءِ لِلْوَطَنِ وَالاْلِتْفِاَفِ
حَوْلَ قِيَادَتِهِ وَالْحِرْصِ عَلَى حِمَايَتِهِ ، وَذَلِكَ لَا يَدْخُلُ فِى مَفْهُوْمِ
الْعِبَادَةِ لَهُ ، فَلَيْسَ فِيْهَا صَلَاةٌ وَلَا ذِكْرٌ حَتَّى يُقَالَ : إِنَّهَا
بِدْعَةٌ أوَ تَقَرُّبٌ إِلَى غَيْرِ اللهِ (فتاوى الأزهر – ج 10 / ص 221)
Dengan demikian,
menghormat bendera dengan lagu (kebangsaan) atau pun dengan isyarat tangan yang
diletakkan di anggota tubuh tertentu (misalnya kepada) adalah bentuk cinta
negara, bersatu dalam kepemimpinannya dan komitmen menjaganya. Hal ini tidaklah
masuk dalam kategori ibadah, karena di dalamnya tidak ada salat dan dzikir,
sehingga dikatakan: “Ini bid’ah adatu mendekatkan diri kepada selain Allah”
(Fatawa al-Azhar, 10/221. Mufti Syaikh Athiyah Shaqr)
صحيح البخارى - (ج 7 / ص
161)
اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ (رواه البخارى)
“Ya Allah, jadikan kami cinta
Madinah, sebagaimana cinta kami kepada Makkah, atau melebihi Makkah” (HR
al-Bukhari)
Cinta Negeri Indonesia, Karena Nabi Mengajarkan Cintai Madinah
عَنْ أَنَسٍ – رضى الله عنه
– أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ ، فَنَظَرَ
إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ ، وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ
، حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا (رواه البخارى)
Anas berkata bahwa jika Nabi shalla Allahu alaihi wa sallama tiba dari
perjalanan dan melihat perkampungan Madinah, maka Nabi mempercepat
tunggangannya. Jika Nabi diatas tunggangan, maka Nabi menggerakkannya, karena
cinta Madinah” (HR al-Bukhari)
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:
وَفِي الْحَدِيث دَلَالَة
عَلَى فَضْل الْمَدِينَة ، وَعَلَى مَشْرُوعِيَّة حُبّ الْوَطَن وَالْحَنِين إِلَيْهِ
(فتح الباري لابن حجر – ج 6 / ص 6)
“Hadis ini
menunjukkan keutamaan Madinah dan disyariatkannya cinta tanah air dan rindu
kepadanya” (Fath al-Bari, 6/6)
1.
Benarkah
Isbal Haram?
Pertanyaan:
Benarkah Isbal Haram? Dan benarkah pula ancamannya
adalah neraka? Amir Hamdi, Sby
Jawaban:
Berdasarkan pengertian dari Hadis, Isbal adalah
memanjangkan pakaian (sarung/celana) di bawah mata kaki hingga menyentuh tanah.
Hadis-hadisnya sangat banyak sekali, diantaranya:
ثَلاَثٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ
اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيْمٌ الْمُسْبِلُ إِزَارَهُ وَالْمَنَّانُ الَّذِى لاَ يُعْطِى شَيْئًا
إِلاَّ مِنَّةً وَالْمُنْفِقُ سِلْعَتَهُ باِلْحَلَفِ الْكَاذِبِ (رواه
مسلم رقم 106)
“Ada 3 orang yang
tidak akan dilihat oleh Allah di hari kiamat dan tidak dibersihkan oleh Allah,
serta mereka mendapat adzab yang pedih yaitu orang yang melakukan Isbal
(memanjangkan pakaiannya), orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya dan orang
yang bersumpah palsu atas dagangannya” (HR Muslim No 106). Dan hadis:
مَا أَسْفَلَ مِنَ
الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ (رواه
البخاري رقم 5787)
“Pakaian yang dibawah mata kaki maka ada di neraka” (HR Bukhari No
5787)
Namun hadis-hadis diatas masih umum, dan terdapat
sekian banyak hadis yang mentakhsis (membatasi) keumumannya. Diantaranya:
لاَ يَنْظُرُ اللهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ إِلَى مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا (رواه
البخاري رقم 5451 ) لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ (رواه
مسلم رقم 2085)
“Allah tidak akan melihat seseorang di hari kiamat yang
memanjangkan pakaiannya (Isbal) secara sombong” (HR Bukhari No
5451 dan Muslim No 2085).
Ketika Rasulullah bersabda demikian, kemudian Abu Bakar
bertanya:
فَقَالَ أَبُوْ بَكْرٍ إِنَّ
أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِي يَسْتَرْخِي إِلاَّ أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ؟ فَقَالَ
رَسُوْلُ اللهِ g إِنَّكَ لَنْ تَصْنَعَ
ذَلِكَ خُيَلاَءَ (رواه البخاري رقم 3465)
“Sesungguhnya salah satu sisi pakaian saya memanjang ke bawah
kecuali kalau saya menjaganya? Rasulullah saw menjawab: “Kamu melakukan itu
tidak karena sombong”
(HR Bukhari No 3465).
Artinya Rasulullah memberi keringanan bahwa jika Isbal
dilakukan tidak bertujuan sombong adalah diperbolehkan. Dengan demikian
hukumnya Isbal tidak haram dan faktor keharamannya adalah “Sombong”. Maka
mengangkat pakaian diatas mata kaki adalah sunah, bukan wajib. Penjelasan ini
diulas oleh Imam Nawawi dalam Syarah Muslim 1/128.